Finally, to be an elector is the people’s right, but to be a wise elector is a choice.

Choosing President Wisely
Source : kesbangpol.kemendagri.go.id

Choosing President Wisely

Once in five years, people in Indonesia will get into euphoria in welcoming President Election. The candidates of President will take many ways to promote themselves, so do the supporters. However, supporters do not always make a good way to support their candidates. So, as a wise elector, there are several things that can help to consider the best leader for Indonesia, such as watching the candidates’ debate, read their biographies and find the fact.

Before an election is held, there is always a candidates’ debate to show off their visions to develop Indonesia and how they will bring Indonesia to prosperity. People can see whether they have the same vision with the candidate or not from this debate. Although this debate is aimed at people’s goodness in order to make people not misjudge the candidates, sometimes the irresponsible people play dirty and spread hoax. As result, there are problems that will come following the candidates’ debate. Thus, the elector must be wise facing this phenomenon by not getting provocative without thinking any further about the truth.

Mass media will focus on the presidential candidates as the election comes closer. However, the news isn’t always objective and it’s often one-sided. Therefore, people need to understand how to distinguish the fact and the fake news. As the alternative, people can just read biographies. Biographies of the candidates can be accessed easily from the internet and are available in the bookstores.

Even so, the biographies today sometimes are manipulated by those who are fanatic of the person, in this case, the candidate. Now the question emerges: who can be trusted as the information source then? The fact is the answer. If someone wants to be a wise and smart elector, he/she will gather a lot of information that is based on the fact which the reliability can be approved. For example, people may say that this candidate works hard night and day. As a smart elector, someone cannot just trust that information right away. He/she needs to clarify, whether it is true or not. By asking the question, how to prove the statement? Someone can just find it in the news about how this candidate did the work. If most of the projects he promised had been done well, so one might say that this statement is true.

Finally, to be an elector is the people’s right, but to be a wise elector is a choice. Becoming a wise elector also help Indonesia to be a great country with wise people inside. Therefore, as a good elector, people need to be careful filtering the information around them.

(Tintasifa/Zula)

Pro dan Kontra Gus Yahya ke Yerusalem
Source : Google

Pro dan Kontra Gus Yahya ke Yerusalem

Menjelang akhir ramadhan, isu panas berhembus berkenaan dengan konflik Palestina-Israel. Kali ini bukan mengenai korban tewas, namun mengenai partisipasi Yahya Staquf sebagai perwakilan Indonesia di AJC (American Jewish Comittee) yang berlokasi di Yerusalem beberapa waktu lalu.

Kedatangannya ke Yerusalem tentu membuat telinga masyarakat pro Palestina panas. Bagaimana tidak? Baru-baru ini Yerusalem diakui oleh AS sebagai ibukota Israel. Lalu Gus Yahya melenggang begitu saja kesana yang secara tidak langsung ikut mengakui bahwa Yerusalem merupakan ibukota Israel.

Beberapapro dan kontra kemudian muncul terhadap perihal ini. Pihak yang pro, berasal dari presiden sendiri selaku pemberi izin dan para santri Gus Yahya sendiri. Pengusung pemikiran moderat melawan konservatisme juga mendukung apa yang dilakukan Gus Yahya.

Gus Yahya mengatakan bahwa ini adalah ikhtiar diplomasi untuk mendamaikan pihak bertikai. Dia menyebut dirinya mengikuti jejak Gus Dur yang dulu juga pernah mengikuti AJC dengan tujuan yang sama.

Ketum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas menilai bahwa yang dilakukan Yahya merupakan langkah awal menuju langkah-langkah berikutnya. Bahkan Nuruzzaman hengkang dari partai Gerindra karena tidak terima kyainya dihina oleh Fadli Zon.

Menag Lukman Hakim Syariffudin berusaha menengahi dengan mengatakan cercaan mengenai Yahya perlu disudahi, yang mana hal ini menunjukkan keberpihakannya terhadap Yahya karena ia mengatakan Yahya malakukan hal tersebut untuk mewujudkan kedamaian Palestina. “Ia telah sampaikan ‘rahmah’ kepada semua mereka. Itu pesan utama agama,” ujar Lukman

Fadli Zon dari partai Gerindra merupakan salah satu pihak yang kontra. Ia merasa bahwa apa yang dilakukan oleh Yahya hanya mempermalukan Indonesia. Pihak hamas pun ikut mengecam apa yang dilakukan Yahya karena dianggap menghina rakyat Palestina dengan berbicara di panggung Israel.

Yahya sendiri mungkin tidak sadar atas konsekuensi tindakannya yang sangat tidak tepat. Pasalnya, jika memang ingin berdiplomasi dan menjembatani pihak bertikai, ia seharusnya datang dengan kesadaran sendiri.

Namun tidak, bukannya meminta datang ke Israel dengan membawa misi diplomasi, ia memenuhi undangan dari AJC, dimana disana ia hanya mengatakan apa yang ingin mereka dengar. Bukan sesuatu yang berasal dari hatinya. Kehadirannya disana hanya ingin disanjung dan menorehkan sejarah bagi dirinya sendiri. Hal ini terlihat dari dialognya dengan moderator yang intinya mengatakan bahwa AlQur’an pada dasarnya dokumen sejarah yang harusnya berubah ketika situasi berubah.

(Tintasifa/Zula)

Sampai pada masa kini aktifitas dakwah masih terus dilakukan, sehingga bergugurannya pengemban dakwah dimedan perjuangan Allah gantikan dengan yang lebih baik lagi.

dakwah islam
Source : Google

Atas Nama Dakwah

Sejatinya dakwah merupakan aktifitas nasehat menasehati, membawa manusia kepada penghambaan yang sesungguhnya. Seorang pengemban dakwah tentulah sosok pertama yang mencintai Rabbnya sebelum ia mengajak untuk mencintai Rabb yang sama. Sebagaimana ia dedikasikan hidupnya untuk dakwah, begitu pulalah cinta Allah padanya. Hingga ketika dia meninggalkan urusan dunia, Allah memberinya dunia dengan cuma-cuma. Karena cinta Allah kepada pengemban dakwah, Allah jadikan ia terhormat didunia, mulia di akhirat.

Jika bukan karena dakwah, mustahil Islam sampai ke telinga setiap manusia. Dakwah adalah bukti cinta. Karena dakwah Rasulullah hijrah dari kota Makkah, membangun peradaban baru di Madinah. Karena dakwah pula para sahabat meninggalkan kenikmatan dunia menuju kehidupan yang hakiki disurga.

Pelaku Dakwah

Manusia pertama yang menyampaikan tentang Islam, mengajak pada jalan kebenaran, membelanya dengan segenap jiwa dan raga. Dia tak gentar dengan ancaman, tak bergeming meskidirongrong kematian. Yang ketika ditawarkan dunia berada digenggaman tangannya, ia menjawab, “andaikan bulan diletakkan ditangan kiriku dan matahari diletakkan ditangan kananku nisacaya aku takkan meninggalkan dakwah ini”. Dia yang sosoknya paling dirindukan. Rasulullah SAW. Manusia pertama yang mengajarkan indahnya dakwah.

Sampai pada masa kini aktifitas dakwah masih terus dilakukan, sehingga bergugurannya pengemban dakwah dimedan perjuangan Allah gantikan dengan yang lebih baik lagi. Alhamdulillah, tren Hijrah membuat umat muslim berbondong-bondong mendalami ajaran Islam. Hingga tak sulit kita mendengar suara murotal, lagi shalawat terdengar dirumah-rumah dan sudut-sudut kamar.

Benarkah Dakwah?

Yang menjadi kekhawatiran penulis ialah bagaimana liciknya kapitalisme memanfaatkan suasana ini dalam rangka mencari materi, meraup keuntungan yang sebesar-besarnya dan tetap menebarkan paham sesatnya.


Fakta seorang muslimah terlena karena nyanyian shalawatnyaindah sehingga membuat setiap telinga yang mendengar langsung jatuh cinta. Ia menjadi tenar, diundang bershalawat diatas panggung dimana-mana kemudian dibayar dengan upah yang dikatakan cukuplah.

Bershalawat, mengajak mengingat Allah dan RasulNya juga merupakan aktifitas dakwah. Namun jika yang bershalawat ini adalah seorang muslimah, berdiri diatas panggung dengan disaksikan ratusan pasang mata dalam kondisi yang tidak syar’I, apa bedanya shalawat ini dengan konser musik pada umumnya? Dimana unsur dakwahnya? Seketika menghilang sosok pengemban dakwah dalam dirinya.


Powered by Blogger.